Sekaligus acara ini menjadi pembukaan monumen hidup persahabatan antara raja Amandari dan Nommensen.
Tanggal 24 Desember 1861, bersama Nona Dina Malga
(calon istri Pendeta Van Asselt), menumpang kapal ‘Pertina’Nommensen berlayar
menuju Padang, Sumatera Barat, melalui Nivwendiep.
Lama perjalananan adalah 142 hari (+ 5 bulan). Tiba di Padang pada tanggal 16
Mei 1862 selanjutnya tanggal 16 Juni 1862 tiba di Sibolga yang kemudian dilanjutkan
ke Barus sampai tanggal 25 Juni 1862.
Nommensen memulai
pekerjaannya di Barus, tinggal disana lebih kurang 6 bulan
§ Perjalanan Nommensen selanjutnya adalah meneruskan pelayanan ke daerahTapanuli
Selatan persisnya ke Parau Sorat, Bunga Bondar dan Sipirok dan selanjutnya menuju daerah
silindung untuk membuka perjalanan baru.
§ Dari tempat itu
Nommensen jelas melihat lembah Silindung yang indah, padat penduduk tetapi masih
menganut animisme. Dari tempat itu Nommensen
memanjatkan doanya : “Tuhan inilah tempat yang kuimpikan, biarlah aku mempersembahkan hidupku
buat mereka, agar mereka menjadi milik-Mu yang abadi dan hidup atau mati, aku tinggal
ditengah-tengah bangsa ini berdiam memberitakan firman-Mu”. Di tempat Nommensen berdoa,saat ini telah berdiri
sebuah salib besar yang diberinama SalibKasih.
§ Saat Nommensen tiba di Saitnihuta, Silindung dan disambut
dengan kelilingan orang yang heran melihat wajah manusia bermata biru (siBontar Mata).
Nommensen berkata kepada mereka bahwa
ia datang untuk mereka, ingin hidup bersama–sama
mereka, membawa kabar baik, ingin mengajari mereka berhitung dan menulis agar
mereka pandai, membawa obat kepada mereka kalau mereka sakit.
§ Penduduk tidak menerima Nommensen. Bahkan mengancam akan
membunuh bila ia tidak mau pergi. Namun berkat kepandaian berbahasa Batak untuk
berkomunikasi dengan penduduk di tanahBatak, ia berkeyakinan dan dengan penyertaan
Tuhan, bahwa ia mampu menyebarkan Injil dan kedamaian.
§ Nommensen tiba di HutaBagasan dan bertemu dengan Raja
OmpuTunggul yang kemudian berjanji akan memberikan
sopo. Namun pada akhirnya Nommensen tidak diizinkan masuk sopo yang dijanjikan dengan
alas an sopo tersebut akan dipakai untuk tempat menyimpan padi yang kebetulan sedang
panen. Raja Ompu Tunggul menyuruh Nommensen
mencari sopo yang lain.
§ Nommensen bertemu dengan seorang penjaga di gerbang Saitnihuta
yang bernama Panjingkal Silalahi. Dari Panjingkal, iatahu bahwa ada
seorang raja di situ yang bernama Raja
Amandari, yang saat itu sedang berada di rumah mertuanya di Hutagalung, Harean,
karena isterinya sedang sakit keras.
§ Nommensen
minta Panjingkal pergi ke Raja Amandari dan menyampaikan bahwa isterinya akan sembuh. Dan Nommensen berdoa kepada Tuhan untuk memohon
kesembuhan isteri Raja Amandari.
§ Panjingkal
dengan rasa ragu pergi ke Hutagalung dan
menceritakan kepada Raja Amandari pembicaraannya dengan Nommensen. Raja Amandari
kaget, karena pembicaraan Nommensen dengan Panjingkal bertepatan saat isterinya
yang sudah hamper setahun sakit, sulit untuk
makan serta sudah diobati oleh dukun-dukun yang hebat
tapi tidak kunjung sembuh, minta makan dan semua sibuk meladeni.
§ Raja
Amandari menerima Nommensen dan ditempatkan di Sopo. Sementara itu, isteri Raja
Amandari berangsur sembuh secara ajaib, ia bias duduk dan berjalan.
§ Raja Amandari yakin bahwa Nommensen yang menyembuhkan isterinya. Ia merasa berhutangbudi kepada Nommensen. Nommensen
yang tidak diijinkan tinggal di
sopomilik Raja Ompu Tunggul di Hutabagasan diterima dengan senang hati oleh
Raja Amandari dan memberikan soponya untuk tempat tinggal Nommensen di
Hutabolon.
§ Raja Amandari memberikan
tanah berpasir di tepisungai Sigeaon untuk mendirikan rumah tempat tinggal Nommensen,
yang didukung oleh kedua raja tersebut.
§ Pada tanggal 29 Mei 1864 tanah berpasir selesai ditimbun
dan diratakan. Tanggal tersebut selanjutnya
dinyatakan sebagai awal berdirinya Huta Dame.
§ Nommensen melakukan npekerjaan nya di sait nihuta dengan dijaga dan disaksikan oleh raja
Amandari yaitu dengan membatis/meng-kristenkan 7 orang pertama penduduk
saitnihuta
Kemudian beberapa tahun kemudian
Nommensen membaptis ratusan orang termasuk Raja Pontas.
§ Nommensen pindah ke Pearaja, oleh karena tiang tiang rumah serta gereja
di Huta Dame yang didirikan di atastanah berpasir, masuk kedalam pasir serta banyak tiang yang sudah membusuk
karena seringnya Sungai Sigeaon dan sungai Situmandi mengalami banjir.
Mempertimbangkan keadaan tanah, sungai yang demikian serta kesehatan Nommensen yang sedikit rapuh, banyak pendeta yang mengusulkan agar Nommensen pindah ketempat yang lebih tinggi.
Rencana dan wacana itu didengar oleh raja-raja Silindung yang sudah menjadi
Krtisten diantaranya Raja Pontas dan Raja Ompu Ginjang. Mereka sepakat memberikan
sebidang tanah mereka di bukit Pearaja yang cukup luas. Penawaran ini mendapat sambutan
dari Nommensen dan pada tanggal 12 Juli 1871 Nommensen pindah dari Saitnihuta ke
Pearaja dan segera dimulai pembangunan gereja Pearaja. Pada akhir bulan Agustus 1873 selesailah dikerjakan
pembangunan gereja dan pada tanggal 10 September 1873 diresmikanlah gereja Pearaja.
Raja
Amandari Sabungan, generasike XIII dari Raja Lumbantobing, adalah orang yang
pertama membuka “GerbangRohani“ ketanah Batak melalui Saitnihuta, Silindung untuk masuknya Injil Tuhan di
tanahBatak. Beliau adalah orang yang pertama menerima kedatangan misionaris Nommensen
dengan mempertaruhkan nyawa demi masuknya Injil ke Saitnihuta serta terkenal dengan
ikrar “sehidup–semati“ dengan Nommensen. Raja AmandariSabungan menerima baptis pada tahun
1881 bersama dengan isteri dan anak-anaknya.(Raja Amandari kemudian namanya menjadi
Raja Daud, sedangkan istrinya menjadi Betseba. Meninggal tahun 1881 di Saitnihuta dan dimakamkan di
Sitare-tare, Sigompulon).
Pagi
itu di desa sigumpar bunyi lonceng gereja perlahan muncul di ufuk-timur rekahan pagi hari
(sirumadangari), Nommensen telah pergi menghadap Tuhannya pada hari Kamis tanggal
23 Mei 1918 dalam usia 84 tahun.
Nommemsen dimakamkan di
Sigumpar disamping makam istrinya yang sudah mendahuluinya.